Rest area atau tempat istirahat di jalur tol kini tak hanya menjadi tempat rehat bagi para pengendara, tetapi menjelma sebagai simpul budaya baru. Di sinilah cita rasa Indonesia bisa kembali diperkenalkan, dirayakan, bahkan dikembangkan dalam skala nasional. Dalam geliat pembangunan infrastruktur yang masif, terutama jalan tol Trans Jawa, Trans Sumatera, dan jaringan tol di berbagai pulau lainnya, rest area perlahan menjadi panggung strategis bagi kebangkitan kuliner otentik khas Nusantara.
Dalam setiap rest area, ribuan kendaraan berhenti, jutaan pasang mata terbuka pada peluang menikmati sajian lokal. Namun, tantangan yang selama ini dihadapi adalah dominasi makanan cepat saji asing dan merek-merek komersial besar yang cenderung menstandarkan rasa dan menggeser warisan kuliner lokal. Padahal, jika dikembangkan secara tepat, rest area bisa menjadi “etalase rasa Indonesia”, tempat masyarakat menemukan kembali keunikan bumbu, teknik masak, dan kekayaan bahan baku dari Sabang sampai Merauke.
Kekayaan Rasa yang Siap Tampil di Etalase Jalan Tol
Kuliner khas Nusantara memiliki keberagaman luar biasa. Setiap daerah membawa filosofi, bahan baku, serta cara masak yang berbeda-beda. Dari rendang Minang yang kaya rempah dan filosofi “memasak dengan kesabaran”, hingga papeda Maluku dan Papua yang menunjukkan cara hidup masyarakat berbasis sagu. Dari gudeg Yogyakarta yang manis dan berfilosofi sabar, hingga coto Makassar yang dalam kuahnya menyimpan sejarah panjang pelayaran dan perdagangan.
Jika setiap rest area mampu mengakomodasi satu atau dua sajian otentik daerah, maka peta rasa Nusantara akan tergambar jelas dalam perjalanan lintas pulau. Bayangkan rest area di Tol Trans Jawa KM 260 menawarkan pecel khas Madiun, diikuti KM 389 dengan soto Kudus, dan KM 519 menyajikan tengkleng khas Solo. Maka perjalanan darat bukan sekadar mobil bergerak, tetapi petualangan rasa dan budaya.
Peluang UMKM dan Ekonomi Lokal
Rest area juga membuka ruang besar bagi UMKM kuliner lokal untuk berkembang. Banyak pelaku usaha makanan tradisional yang sebelumnya hanya menjual dari rumah atau di pasar lokal kini dapat tampil di panggung nasional dengan dukungan tempat yang layak, standar kebersihan, sistem digital, serta branding yang modern. Kehadiran platform digital seperti BUMMI (Beranda UMKM Indonesia) juga mempercepat integrasi UMKM rest area dalam jaringan promosi dan penjualan yang lebih luas.
Rest area menjadi tempat yang aman, bersih, dan strategis bagi wisatawan kuliner yang ingin mencoba makanan khas tanpa harus masuk jauh ke kota. Bagi pengusaha lokal, rest area adalah titik loncatan untuk memperkenalkan produk mereka ke ribuan orang setiap hari. Inilah model simbiosis antara infrastruktur dan budaya.
Perlu Dukungan Regulasi dan Kurasi
Agar rest area benar-benar menjadi pusat kebangkitan kuliner otentik Nusantara, diperlukan peran kurator rasa dan dukungan dari pengelola infrastruktur jalan tol. Kurasi kuliner sangat penting agar sajian yang ditampilkan benar-benar autentik, bukan hanya replika rasa yang terdistorsi. Demikian pula dengan regulasi dari pemerintah, yang bisa memberikan insentif atau kuota ruang usaha kepada UMKM dan pelaku kuliner lokal.
Kementerian PUPR bersama Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT), BUJT, dan mitra swasta perlu menciptakan format baku yang mendukung tumbuhnya kuliner khas di setiap rest area. Mulai dari penyediaan tenant UMKM, pelatihan SDM kuliner, hingga kolaborasi dengan dinas pariwisata dan kebudayaan.
Rest Area Bukan Sekadar Persinggahan, tapi Destinasi
Kini, sudah saatnya rest area tidak hanya dilihat sebagai tempat singgah, tetapi sebagai destinasi kuliner. Ruang makan bisa menjadi ruang edukasi budaya. Galeri kecil bisa menampilkan cerita sejarah makanan. Bahkan panggung bisa digunakan untuk demo masak atau festival kuliner kecil setiap bulan. Di sinilah rest area bertransformasi dari titik perhentian menjadi titik awal perjalanan mengenal Indonesia yang kaya rasa dan budaya.
Rest area adalah ruang yang lahir dari modernitas, namun bisa menjadi penjaga warisan budaya. Jika potensi ini dikembangkan secara serius, maka rest area akan menjadi ikon baru kebangkitan kuliner otentik khas Nusantara di era konektivitas tanpa batas.
—
Penulis : IAS