Temanggung – Di balik udara sejuk pegunungan dan sinar mentari pagi Temanggung, jenang menjadi sajian manis nan hangat yang telah menjadi bagian dari keseharian warga sejak 1948, jenang. Kudapan tradisional berbahan beras ketan ini bukan hanya mengenyangkan, tetapi juga menghadirkan kehangatan dan nostalgia.
Berlokasi pasa kawasan Pasar Ngadirejo, tepat di seberang jalan raya Ngadirejo–Weleri, warung jenang legendaris ini selalu ramai pengunjung. Sajian jenang komplit terdiri atas jenang sumsum putih, jenang candil, jenang sagu, dan ketan, dipadukan dengan santan gurih serta siraman gula aren merah yang manis legit.
Rahasia kelezatan jenang ini terjaga turun-temurun. Lailatul Husna atau akrab disapa Nana (38), generasi keempat pengelola warung, tetap setia menggunakan bahan pilihan tanpa pemanis buatan. “Kalau bahan-bahan yang kami gunakan itu premium semua, mulai dari tepung beras, tepung ketan, gula aren, hingga sagu. Jenang sumsum dari tepung beras, candil dari tepung ketan, dan sagu mutiara sebagai pelengkap,” ujar Nana.
Selain cita rasa khas, jenang ini juga dikenal ramah di kantong. Seporsi jenang biasa dihargai Rp 8.000, sementara jenang komplet Rp 9.000. Dengan karbohidrat dari ketan dan manis alami gula aren, jenang menjadi sumber tenaga sekaligus pengganjal perut yang tahan lama.
Tak hanya warga lokal, wisatawan dari Yogyakarta, Magelang, Wonosobo, Kendal, hingga Semarang juga kerap mampir mencicipi kelezatan jenang ini. “Saya sudah lama berlangganan di sini. Jenang komplet selalu jadi pilihan. Rasanya enak, murah, dan legendaris,” kata Nurul Tasrika, salah seorang pelanggan setia.
Warung jenang legendaris ini buka setiap hari pukul 07.00–15.00 WIB. Kehadirannya bukan sekadar menawarkan kudapan tradisional, melainkan juga bagian dari cerita kuliner Nusantara yang diwariskan lintas generasi.
Source Artikel: www.beritasatu.com