4 Tren Kuliner 2025: Peta Baru untuk Pelaku Bisnis Makanan

Seiring paruh kedua tahun 2025, peta kuliner global kembali bergerak. Unilever Food Solutions (UFS) merilis empat tren utama bertajuk Future Menu 2025, yang dapat dijadikan panduan strategis bagi para pelaku bisnis kuliner untuk tetap relevan di tengah derasnya arus persaingan dan perubahan preferensi konsumen.

Hasil dari kolaborasi global yang melibatkan lebih dari 1.000 koki profesional di seluruh dunia, tren ini tak sekadar menyoroti rasa, tetapi juga merangkum wawasan budaya, teknologi, dan kebiasaan makan lintas generasi.

Berikut empat prediksi utama kuliner tahun ini:

1. Street Food Couture

Memoles hidangan kaki lima menjadi pengalaman premium

Tren ini menekankan pada pengangkatan makanan jalanan ke level yang lebih tinggi—dari segi bahan, penyajian, hingga teknik memasak. Penjual didorong untuk menyajikan jajanan tradisional dengan pendekatan yang lebih estetis dan modern. Contohnya, nasi goreng bisa dikreasikan ulang menggunakan nasi basmati dan teknik plating ala restoran bintang lima, menjadikannya lebih menarik bagi konsumen milenial dan Gen Z yang gemar mengabadikan makanan sebelum menyantapnya.

Konsep ini memberi peluang untuk mengubah persepsi masyarakat terhadap makanan kaki lima, dari sekadar praktis menjadi simbol kreativitas dan kualitas.

2. Culinary Roots

Kembali ke akar tradisi kuliner lokal

Dalam era globalisasi, tren ini mengajak pebisnis kuliner untuk menengok kembali warisan masakan Indonesia. Culinary Roots menekankan pentingnya mempertahankan keaslian rasa dan teknik memasak yang telah diwariskan lintas generasi. Bahan-bahan lokal dan metode memasak tradisional menjadi fokus utama — mulai dari pengasapan alami hingga fermentasi rumahan.

Tren ini juga mendorong kolaborasi antara pelaku bisnis dengan petani dan komunitas lokal untuk menjaga rantai pasok yang autentik dan berkelanjutan. Kekuatan lokal, ketika dikemas dengan storytelling yang kuat, justru bisa menjadi diferensiasi paling menonjol di pasar.

3. Borderless Cuisine

Menyatukan cita rasa dunia dalam satu sajian

Melalui Borderless Cuisine, para pelaku usaha makanan diajak untuk menciptakan menu lintas budaya tanpa kehilangan identitas rasa. Bukan hanya soal mencampur dua atau lebih jenis masakan, tapi tentang merancang harmoni baru dari akar kuliner yang berbeda—misalnya, laksa dengan sentuhan ramen Jepang, atau rendang dalam bentuk taco.

Tren ini terbuka terhadap eksperimen, tetapi tetap mengedepankan prinsip keseimbangan dan penghormatan terhadap budaya asal. Konsumen kini tidak hanya mencari makanan yang enak, tetapi juga pengalaman kuliner yang menceritakan kisah lintas batas dan menumbuhkan koneksi antarbudaya.

4. Diner Designed

Menghadirkan pengalaman makan yang imersif dan penuh cerita

Generasi muda kini tidak hanya makan untuk kenyang—mereka makan untuk merasakan suasana, menciptakan memori, dan membagikannya secara digital. Diner Designed adalah tren yang menyoroti pentingnya desain pengalaman dalam menyantap hidangan.

Desain interior, musik, pencahayaan, bahkan aroma ruangan, kini menjadi elemen yang tak terpisahkan dari makanan itu sendiri. Pengalaman makan yang bersifat immersive — seperti makanan yang disajikan interaktif atau live-cooking performance — dapat menjadi nilai jual unik di tengah padatnya persaingan.

Implikasi Bagi Pebisnis Kuliner

Keempat tren ini menawarkan arah baru yang dapat dijadikan panduan strategis. Bagi pelaku usaha baru, ini adalah semacam kompas kreatif yang bisa dijadikan pijakan awal. Sementara untuk bisnis yang sudah mapan, tren ini bisa membuka cakrawala inovasi — dari mengubah pendekatan menu hingga memperbarui strategi pelayanan.

Hal terpenting: adaptasi bukan berarti meninggalkan jati diri. Justru dengan memahami perubahan preferensi pasar dan mengintegrasikannya dengan nilai-nilai lokal, bisnis kuliner dapat tumbuh lebih kuat dan berkelanjutan.

Tren kuliner tahun 2025 bukan sekadar soal bahan dan rasa. Ia adalah refleksi zaman: tentang bagaimana budaya, teknologi, dan perilaku konsumsi berpadu membentuk lanskap baru industri makanan. Kini, bola berada di tangan para pelaku kuliner — akankah mereka hanya mengikuti arus, atau menjadi pionir dalam membentuk masa depan rasa?

 

Penulis: IAS