4 Kuliner Khas Semarang yang Lebih Populer di Kalangan Wisatawan Ketimbang Warga Lokal

Semarang merupakan salah satu kota di Indonesia yang memiliki kekayaan kuliner luar biasa. Mulai dari jajanan khas hingga lauk tradisional, kota ini menawarkan beragam rasa yang memikat. Banyak wisatawan menjadikan wisata kuliner sebagai agenda utama saat mengunjungi kota yang terkenal dengan ikon Lawang Sewu ini. Namun, tidak semua hidangan khas Semarang menjadi pilihan utama bagi masyarakat setempat untuk dikonsumsi secara rutin.

Beberapa makanan tradisional di kota ini justru lebih sering dinikmati oleh pelancong ketimbang warga lokal. Alasannya pun beragam, mulai dari nilai ekonomis, faktor selera, hingga kebiasaan konsumsi sehari-hari. Berikut adalah empat kuliner khas Semarang yang lebih sering menjadi favorit wisatawan dibandingkan warga lokal.

1. Tahu Pong: Enak Sebagai Camilan, Kurang Pas untuk Teman Nasi

Tahu pong adalah salah satu jajanan khas Semarang yang cukup dikenal luas. Ciri khasnya adalah tekstur kopong di dalam, dengan kulit luar yang renyah dan gurih. Biasanya disajikan dengan saus petis atau sambal khas sebagai pelengkap.

Meski memiliki cita rasa yang lezat, tahu pong lebih cocok disantap sebagai camilan sore hari. Untuk masyarakat lokal, tahu jenis ini kurang pas dijadikan lauk utama untuk makan bersama nasi. Sebagai pengganti, banyak yang lebih memilih tahu padat atau tahu gimbal yang lebih mengenyangkan.

2. Wedang Ronde: Minuman Tradisional yang Cocok untuk Momen Tertentu

Wedang ronde merupakan minuman tradisional berbahan dasar air jahe hangat yang diisi bola-bola ketan dengan isian kacang, kolang-kaling, dan kadang tambahan agar-agar atau roti tawar. Minuman ini sangat cocok dikonsumsi di malam hari atau saat cuaca dingin karena memberikan efek hangat pada tubuh.

Namun, karakter rasa jahe yang cukup kuat membuat minuman ini tidak menjadi pilihan rutin warga lokal. Wedang ronde lebih populer dikonsumsi saat tubuh terasa kurang fit atau sedang masuk angin. Bagi wisatawan, sensasi hangat dan aromatik wedang ronde menjadi pengalaman tersendiri dalam menikmati kuliner khas Semarang.

3. Bandeng Presto: Lezat, Bergizi, tapi Bukan untuk Konsumsi Harian

Bandeng presto dikenal luas sebagai oleh-oleh khas Semarang. Teknik memasaknya menggunakan tekanan tinggi sehingga duri-duri bandeng menjadi lunak dan bisa disantap bersama dagingnya. Rasanya gurih dan cocok disajikan dengan sambal serta nasi hangat.

Namun, harganya yang relatif mahal membuat makanan ini tidak terlalu sering dikonsumsi oleh warga lokal untuk keperluan makan sehari-hari. Bandeng presto lebih sering disiapkan untuk momen spesial atau disuguhkan kepada tamu. Bagi wisatawan, bandeng presto tetap menjadi salah satu kuliner yang wajib dibawa pulang.

4. Lumpia Semarang: Ikonik dan Lezat, tapi Bukan Santapan Harian

Lumpia menjadi simbol kuliner Semarang yang sangat dikenal. Isiannya berupa rebung, telur, dan daging ayam atau udang, dibungkus dengan kulit lumpia tipis lalu digoreng hingga renyah. Aromanya menggoda dan teksturnya memanjakan lidah.

Meski dikenal sebagai makanan khas, lumpia juga tergolong cukup mahal, terutama jika dibeli dari toko-toko legendaris yang sudah ternama. Warga lokal cenderung menyantap lumpia hanya pada momen tertentu atau saat menjamu tamu dari luar kota. Untuk konsumsi harian, banyak yang lebih memilih versi street food atau jajanan sejenis yang lebih ramah di kantong.

Penutup

Kekayaan kuliner Semarang memang tak terbantahkan. Setiap sudut kota ini menyimpan cita rasa unik yang menggoda untuk dijelajahi. Namun, tidak semua makanan khas menjadi bagian dari kebiasaan konsumsi warga setempat. Beberapa justru lebih dinikmati oleh wisatawan yang datang untuk mencicipi pengalaman baru.

Hal ini menunjukkan bahwa daya tarik kuliner tidak selalu sejalan dengan pola konsumsi masyarakat lokal. Banyak faktor seperti harga, fungsi makanan, hingga momen konsumsi turut menentukan apakah suatu makanan menjadi favorit sehari-hari atau hanya untuk sesekali dinikmati.

Penulis: IAS