Makna Mendalam Sejarah Ketupat di Balik Hidangan Khas Lebaran

Jakarta – Sejarah ketupat sebagai hidangan khas Lebaran memiliki makna mendalam bagi masyarakat Indonesia. Ketupat, yang merupakan olahan beras dibungkus anyaman janur kuning, menjadi ikon kuliner yang selalu hadir di meja makan saat hari raya Idulfitri.

Hidangan ini biasanya disajikan bersama opor ayam dan sambal goreng. Tidak hanya menjadi santapan khas, ketupat juga melahirkan tradisi Lebaran ketupat, yang dirayakan sepekan setelah Idulfitri.

Sejarah Ketupat sebagai Hidangan Khas Lebaran

Tradisi Lebaran ketupat diyakini berasal dari hadis yang berbunyi “man shoma ramadhana tsumma atba‘ahu syi’ta min syawwalin fakaana shama kasiyaamidahron“, yang berarti siapa yang berpuasa Ramadan lalu melanjutkan dengan enam hari puasa Syawal, maka dia seperti berpuasa selama setahun penuh.

Dalam budaya Indonesia, orang yang menjalankan puasa tersebut disebut kaffah atau kafatan, yang berarti sempurna. Istilah ini mengalami pergeseran menjadi “kupat” atau “kupatan“, sehingga muncul istilah hari raya Ketupat, yang merujuk pada perayaan setelah puasa Syawal sebagai simbol kesempurnaan ibadah.

Menurut HJ de Graaf dalam “Malay Annal“, sejarah ketupat sebagai simbol perayaan Islam sudah ada sejak masa Kerajaan Demak di bawah kepemimpinan Raden Patah pada abad ke-15. Anyaman janur yang digunakan sebagai bungkus ketupat mencerminkan identitas masyarakat pesisir yang erat dengan pohon kelapa.

Keunikan ketupat ini kemudian dimanfaatkan oleh Sunan Kalijaga sebagai media dakwah Islam. Masyarakat pesisir meyakinkannya untuk menggunakan ketupat dalam syiar agama, sehingga lahirlah tradisi Lebaran ketupat yang berlangsung setelah puasa Syawal.

Lebih jauh, sejarah ketupat menunjukkan tradisi ini berkembang luas di berbagai daerah di Indonesia. Hal ini tercermin dalam berbagai kuliner khas yang menggunakan ketupat, seperti kupat tahu di Sunda, kupat glabed di Tegal, coto Makassar, hingga ketupat sayur di Padang.

Tidak hanya di Jawa, tradisi ketupat juga masih dijalankan di Keraton Ubud, Bali, yang menegaskan ketupat merupakan hidangan Nusantara yang bersifat universal dan hadir dalam berbagai acara keagamaan di Indonesia.

Makna Ketupat dalam Masyarakat Indonesia

Secara etimologis, kata “ketupat” berasal dari bahasa Jawa ngaku lepat, yang berarti “mengakui kesalahan”. Oleh karena itu, ketupat menjadi simbol saling memaafkan di hari raya Idulfitri.

Secara filosofis, masyarakat Jawa meyakini janur kuning yang digunakan sebagai bungkus ketupat berfungsi sebagai penolak bala. Bentuk segi empat pada ketupat melambangkan konsep kiblat papat lima pancer, yang mengingatkan ke mana pun manusia pergi, akhirnya akan kembali kepada Allah Swt.

Rumitnya anyaman ketupat mencerminkan kompleksitas kesalahan manusia, sedangkan bagian dalamnya yang berwarna putih melambangkan kesucian setelah memohon ampun. Beras yang menjadi isi ketupat juga memiliki makna kemakmuran setelah Idulfitri.

Tidak hanya ketupat, hidangan pelengkapnya juga memiliki makna tersendiri. Opor ayam yang menggunakan santan sebagai bahan utamanya melambangkan pangapunten atau permohonan maaf, karena dalam bahasa Jawa, “santan” memiliki bunyi yang mirip dengan kata “santen“, yang berarti ampunan.

Itulah sejarah ketupat beserta maknanya dalam tradisi Lebaran masyarakat Indonesia. Dengan menjadikan ketupat sebagai hidangan khas Idulfitri, umat muslim diharapkan dapat saling memaafkan, mempererat tali silaturahmi, serta merefleksikan kesempurnaan ibadah setelah Ramadan.

Source Artikel: www.beritasatu.com